Ribuan Chip AI Nvidia yang Diblokir AS, Mengalir ke China lewat Jakarta

BUKTI MEDIA Sebuah investigasi oleh Wall Street Journal mengungkap bahwa sekitar 2.300 chip AI Nvidia Blackwell — yang dilarang diekspor langsung ke China oleh Amerika Serikat justru disalurkan melalui jalur Indonesia. Chip‑chip ini berada di dalam 32 rak server Nvidia GB200 yang ditempatkan di sebuah fasilitas data center di Jakarta.

Transaksi ini melibatkan perusahaan telekomunikasi Indonesia, Indosat Ooredoo Hutchison, yang membeli server tersebut dari Aivres, mitra Nvidia di AS, kemudian menyewakan kapasitas komputasi kepada startup AI asal Shanghai bernama INF Tech. Walau chip jenis Blackwell dilarang diekspor ke China, rute melalui Indonesia ini dianggap legal karena entitas yang terlibat tidak masuk dalam daftar hitam pihak AS.

Bagaimana Skema Transaksinya Berjalan

Menurut laporan, skema dimulai ketika Nvidia menjual chip Blackwell kepada Aivres, sebuah perusahaan berbasis di Silicon Valley yang sebagian sahamnya milik Inspur, perusahaan teknologi China yang sudah diblokir oleh AS. Karena Aivres berbasis di AS, regulasi pembatasan ekspor AS tidak melarang penjualan ke perusahaan tersebut.

Setelah itu, Aivres menjual 32 rak server GB200 berisi 72 chip Blackwell per rak ke Indosat di Indonesia, dalam kesepakatan senilai sekitar US$ 100 juta. Indosat kemudian mengamankan klien terlebih dahulu, yaitu INF Tech, yang menjadi pengguna akhir komputasi dari server-server tersebut.

Server ini pun telah dipasang di fasilitas Indosat di Jakarta sejak Oktober 2025, dan INF Tech mulai menggunakan kapasitas komputasi tersebut untuk melatih model AI di bidang finansial dan riset kesehatan.

Legal Namun Menjadi Sorotan Regulasi dan Keamanan

Meskipun skema ini dinilai tetap dalam batas hukum AS, jalur tersebut memunculkan pertanyaan serius tentang efektivitas pembatasan ekspor AI chips. Para ahli dan pejabat keamanan AS khawatir bahwa kontrol ekspor bisa diakali melalui negara ketiga seperti Indonesia.

Menurut laporan IDNFinancials, transaksi seperti ini bisa menjadi celah signifikan dalam strategi kontrol teknologi AS, karena tidak semua pembatasan ekspor mencakup anak perusahaan di negara ketiga.

Motif China: Kebutuhan AI dan Tekanan Kompetisi Teknologi

Tidak mengherankan bahwa China tertarik untuk mendapatkan chip Blackwell ini. Chip Blackwell adalah bagian dari generasi chip AI paling canggih dari Nvidia, dan dianggap sangat bernilai dalam pengembangan pusat data AI.

Di sisi lain, Beijing sendiri pernah membatasi penggunaan chip asing di pusat data nasional yang mendapat dukungan negara. Menurut laporan, pemerintah China telah melarang penggunaan chip Nvidia dan AMD tertentu di data center negara, sebagai bagian dari usaha memperkuat industri semikonduktornya sendiri.

Namun, berdasarkan dokumen proyek di beberapa provinsi, proyek data center di Xinjiang dan Qinghai menunjukkan target penggunaan Nvidia H100 atau H200 yang memang sangat kuat dalam komputasi AI meski chip tersebut sejatinya dilarang ekspor.

Dampak Ekonomi dan Risiko bagi Nvidia & AS

Larangan ekspor chip oleh AS ternyata memberi dampak finansial yang besar bagi Nvidia. Perusahaan ini melaporkan kerugian miliaran dolar karena tidak bisa menjual sejumlah chip AI ke China. Chip seperti H20, yang sebelumnya sempat disetujui untuk diekspor, sekarang juga terkena pembatasan baru.

Sementara itu, dari sudut AS, meski skema tersebut dianggap legal, banyak pihak yang khawatir bahwa pemanfaatan gateway seperti Indonesia dapat melemahkan efektivitas kontrol ekspor strategis. Jika terus berlangsung tanpa langkah tegas, hal ini bisa semakin memperlebar kesenjangan dalam perlombaan teknologi AI antara AS dan China.

Risiko Geopolitik dan Keamanan Nasional

Praktik ini memunculkan kekhawatiran keamanan. Jika chip AI canggih yang dibatasi ekspornya bisa tetap menyusup ke China melalui negara ketiga, maka potensi penyalahgunaan teknologi tersebut untuk kepentingan militer atau riset sensitif sangat mungkin menjadi isu penting.

Bagi AS, hal ini bisa mengikis keunggulan teknologi yang telah dijaga melalui kebijakan ekspor. Sementara dari sisi Indonesia, keberadaan fasilitas server seperti ini menempatkan negara di persimpangan geopolitik menjadi pintu masuk teknologi sensitif dan harus menghadapi pengawasan dari negara besar seperti AS dan China.

Reaksi dari Pihak Terkait

INF Tech sebagai pengguna akhir menegaskan bahwa operasinya sah dan sesuai dengan aturan ekspor AS. Sedangkan Indosat belum memberikan pernyataan publik rinci soal keterlibatan dalam kontroversi. Nvidia sendiri belum mengonfirmasi keterlibatan langsung dalam skema ini, namun perusahaan sebelumnya menyatakan keprihatinan atas pembatasan ekspor dan potensi dampaknya terhadap bisnis global.

Di pihak AS, beberapa legislator dan pakar teknologi menyoroti bahwa regulasi perlu diperketat dan kemungkinan inklusi mekanisme pelacakan chip AI makin mendesak agar tidak mudah dilewati oleh jaringan lintas negara.

Kesimpulan: Celah Regulasi atau Ancaman Sistemik?

Kasus aliran 2.300 chip Nvidia Blackwell melalui Jakarta menunjukkan bahwa meskipun ada kebijakan ekspor ketat dari AS, masih ada celah yang bisa dimanfaatkan. Skema ini menjadi contoh bagaimana kompleksitas rantai suplai teknologi tinggi internasional bisa mengeksploitasi aturan multinasional.

Bagi China, ini adalah strategi cerdas untuk tetap mendapatkan akses ke chip AI maju meskipun ada embargo langsung. Bagi AS, ini adalah peringatan bahwa kontrol teknologi global butuh inovasi kebijakan yang lebih adaptif.

Sementara itu, Indonesia berada di tengah dilema geopolitik: menjadi mitra teknologi global sekaligus menghadapi risiko menjadi jalur bagi arus chip sensitif. Bagaimana negara menanggapi tantangan ini akan menjadi salah satu elemen penting dalam persaingan teknologi di masa depan.

By admin