BUKTI MEDIA — Sampah popok bekas pakai menjadi salah satu masalah lingkungan yang makin mendesak untuk ditangani. Tingginya penggunaan popok sekali pakai baik untuk bayi, anak, maupun lansia menyebabkan volume sampah meningkat setiap tahun. Popok yang mengandung plastik, gel penyerap, dan bahan kimia lainnya sulit terurai, bahkan membutuhkan ratusan tahun untuk kembali ke tanah. Di berbagai daerah, tumpukan popok kerap memenuhi tempat pembuangan sementara hingga mencemari aliran sungai.
Permasalahan ini mendorong pemerintah daerah, komunitas lingkungan, serta lembaga riset untuk bergerak mencari solusi teknologi yang lebih ramah lingkungan. Salah satu terobosan yang mulai diperkenalkan secara luas adalah Teknologi Pirolisis, metode pemanasan sampah tanpa oksigen yang mampu mengubah limbah menjadi energi alternatif bernilai guna tinggi.
Teknologi Pirolisis Mampu Mengubah Popok Menjadi Bahan Bakar
Teknologi pirolisis bekerja dengan cara memanaskan sampah popok pada suhu tinggi, sekitar 300–500 derajat Celsius, tanpa kehadiran oksigen. Proses ini memecah struktur kimia material popok sehingga berubah menjadi tiga produk utama: bahan bakar cair, gas sintetis, dan char atau arang padat.
Bahan bakar cair yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai minyak pirolisis yang bisa digunakan kembali untuk mesin pembakaran atau dicampur sebagai bahan bakar alternatif. Gas sintetis dapat menjadi sumber energi langsung untuk menggerakkan mesin pirolisis itu sendiri sehingga menekan kebutuhan energi eksternal. Sementara char dapat digunakan sebagai bahan bakar padat atau bahan baku industri tertentu.
Metode ini dinilai jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan pembakaran terbuka yang melepaskan emisi berbahaya. Dengan pirolisis, masyarakat memiliki peluang baru untuk mengolah sampah popok sekaligus menghasilkan nilai ekonomi dari bahan bakar yang tercipta.
Program Edukasi dan Pelatihan bagi Masyarakat
Melihat potensi besar teknologi ini, beberapa pemerintah daerah bersama komunitas peduli lingkungan mulai menggelar program edukasi untuk mengajak masyarakat ikut serta dalam pengolahan sampah popok. Kegiatan pelatihan difokuskan pada cara memilah popok, prosedur panen limbah, serta pemahaman penggunaan alat pirolisis skala komunal.
Menurut penyelenggara, pelatihan ini sekaligus memberikan wawasan tentang pentingnya pengurangan sampah, prinsip ekonomi sirkular, dan pemanfaatan energi alternatif. Peserta diajak melihat langsung proses pirolisis dan hasil energi yang dihasilkan, sehingga perubahan perilaku dapat terbentuk melalui pengalaman konkret.
Para kader lingkungan, ibu rumah tangga, hingga pengelola bank sampah diproyeksikan menjadi motor utama dalam program ini. Jika tingkat partisipasi masyarakat meningkat, pengolahan popok dapat dilakukan secara lebih terstruktur melalui unit pengolahan berbasis desa atau kelurahan.
Dukungan Pemerintah terhadap Transformasi Pengelolaan Sampah
Pemerintah terus mendorong inovasi dalam pengelolaan sampah, termasuk pemanfaatan teknologi pirolisis. Sejumlah kebijakan terkait pengurangan sampah plastik, pengembangan fasilitas pengolahan terpadu, serta peningkatan kesadaran masyarakat menjadi bagian dari strategi nasional dalam mengurangi beban lingkungan.
Beberapa daerah bahkan mulai mengalokasikan anggaran untuk membangun instalasi pirolisis skala kecil hingga menengah. Pemerintah daerah berharap teknologi ini dapat menjadi solusi alternatif di wilayah yang memiliki keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan pengelolaan yang terencana, volume sampah popok yang masuk ke TPA dapat berkurang hingga puluhan ton per bulan.
Selain itu, pemerintah juga menggalang kolaborasi dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk terus meningkatkan efisiensi teknologi. Pengembangan alat dengan biaya lebih terjangkau, konsumsi energi lebih rendah, dan kapasitas lebih besar terus menjadi fokus inovasi.
Potensi Ekonomi dari Produk Energi Alternatif
Pemanfaatan pirolisis tidak hanya memberi nilai lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Minyak hasil pirolisis, jika dikelola dengan standar keselamatan dan kualitas yang baik, dapat dijual sebagai bahan bakar alternatif bagi industri kecil. Gas sintetis juga dapat mengurangi biaya operasional alat sehingga memperbaiki efisiensi finansial pengelolaan.
Komunitas yang aktif mengumpulkan popok bekas pakai juga berpeluang mendapatkan insentif dari program pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat. Selain itu, unit usaha kecil seperti bank sampah dapat menambah lini layanan melalui pengolahan popok yang sebelumnya dianggap tidak memiliki nilai ekonomi.
Dengan ekosistem yang terbentuk, masyarakat bukan hanya mengurangi beban lingkungan, tetapi juga mendapatkan manfaat finansial dari limbah yang selama ini dipandang sebagai sumber masalah.
Ajak Masyarakat untuk Berperan Aktif
Melalui berbagai kampanye, masyarakat terus diajak untuk berperan aktif dalam mengumpulkan dan memilah popok. Kesadaran kolektif sangat dibutuhkan agar volume sampah popok dapat dikendalikan. Penggunaan tempat pengumpulan khusus, pengurangan pembuangan sembarangan, serta keterlibatan keluarga muda menjadi kunci keberhasilan program ini.
Dengan penerapan teknologi pirolisis, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menunjukkan langkah maju dalam pengelolaan sampah yang inovatif. Transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir bahwa limbah dapat menjadi sumber daya bernilai.