BUKTI MEDIA — Anggota DPR RI, Nusron Wahid, memberikan ultimatum tegas kepada pengembang properti yang membangun proyek di atas lahan sawah tanpa izin resmi. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran luasnya konversi lahan pertanian menjadi area komersial yang mengancam ketahanan pangan nasional.
Menurut Nusron, tindakan pengembang yang mengubah fungsi lahan sawah secara sepihak tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan petani dan masyarakat lokal yang bergantung pada hasil pertanian.
Ultimatum Nusron: Tindakan Tegas bagi Pelanggar
Dalam pernyataannya, Nusron menegaskan bahwa pengembang yang sudah membangun properti di lahan sawah tanpa izin akan diberikan waktu tertentu untuk menyelesaikan masalah legalitas atau menghadapi konsekuensi hukum.
“Jika pengembang tidak memenuhi aturan dan tetap mengubah fungsi lahan sawah menjadi properti, pemerintah harus bertindak tegas. Jangan sampai kepentingan bisnis mengalahkan ketahanan pangan masyarakat,” tegas Nusron.
Ultimatum ini menegaskan posisi DPR dalam melindungi lahan produktif nasional, terutama sawah yang menjadi sumber pangan pokok, sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.
Alasan Perlindungan Lahan Sawah
Lahan sawah memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Dengan meningkatnya konversi lahan, Indonesia berisiko kehilangan area pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan beras, salah satu bahan pokok masyarakat.
Selain itu, sawah juga berfungsi sebagai penyerap air, mengurangi risiko banjir, dan menjaga keseimbangan ekosistem lokal. Kehilangan sawah dapat berdampak negatif pada lingkungan, ekonomi masyarakat pedesaan, dan keamanan pangan secara keseluruhan.
Fenomena Konversi Lahan di Beberapa Daerah
Nusron mencatat bahwa fenomena konversi sawah menjadi properti sudah terjadi di beberapa daerah strategis, terutama di kawasan perkotaan dan pinggiran kota. Pengembang membangun perumahan, apartemen, dan pusat komersial dengan dalih meningkatnya permintaan properti.
Namun, banyak kasus menunjukkan bahwa izin formal sering tidak lengkap, dan pengembang kerap melakukan pembangunan sebelum prosedur legal selesai. Kondisi ini menimbulkan ketidakadilan bagi petani yang kehilangan lahan produktif mereka tanpa kompensasi yang memadai.
Dukungan Regulasi dan Pengawasan
Dalam ultimatum tersebut, Nusron juga mendorong pemerintah untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terkait konversi lahan. Beberapa langkah yang diusulkan antara lain:
- Penegakan aturan peruntukan lahan yang lebih ketat.
- Sanksi administratif dan pidana bagi pengembang yang melanggar.
- Sistem pemantauan online untuk memastikan proyek properti sesuai izin.
- Penyuluhan kepada masyarakat dan pengembang mengenai ketentuan lahan sawah.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat menekan laju konversi sawah yang tidak terkendali dan memberikan kepastian hukum bagi petani.
Kepentingan Petani Jadi Prioritas
Nusron menegaskan bahwa perlindungan lahan sawah bukan hanya soal legalitas, tetapi juga soal keadilan sosial. Petani yang menggantungkan hidup pada sawah sering menjadi pihak paling dirugikan ketika lahan mereka dialihfungsikan.
Menurut Nusron, kompensasi yang adil dan program relokasi lahan produktif harus diberikan jika konversi tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi bagian dari tanggung jawab sosial pengembang dan pemerintah.
Peran Pemerintah Daerah
Selain regulasi pusat, Nusron menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memantau konversi lahan. Kepala daerah diharapkan melakukan:
- Inventarisasi lahan sawah produktif.
- Koordinasi dengan BPN dan Dinas Pertanian terkait perizinan.
- Menetapkan zonasi lahan yang jelas antara pertanian dan kawasan komersial.
Langkah ini memastikan bahwa pembangunan properti tidak merusak ketahanan pangan dan ekosistem lokal.
Tantangan dalam Penegakan Hukum
Meski ultimatum Nusron tegas, penegakan hukum terhadap pengembang kadang menghadapi tantangan, antara lain:
- Peraturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah.
- Minimnya data akurat terkait kepemilikan lahan dan status perizinan.
- Tekanan ekonomi dan politik yang mempengaruhi keputusan pengembang.
Nusron menekankan bahwa semua hambatan ini harus diselesaikan dengan koordinasi lintas instansi dan transparansi dalam pengawasan.
Kesadaran Publik dan Peran Media
Nusron juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif memantau konversi lahan sawah. Media lokal dan nasional diharapkan turut mengawasi proyek pembangunan dan melaporkan jika ada indikasi pelanggaran.
Dengan kesadaran publik yang tinggi, pengembang akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, sehingga perlindungan lahan sawah bisa lebih efektif.
Lahan Sawah Harus Dijaga
Ultimatum Nusron kepada pengembang yang kadung membangun properti di lahan sawah menjadi peringatan keras bagi pelaku bisnis properti. Pemerintah, masyarakat, dan pengembang harus bekerja sama untuk memastikan pembangunan tidak mengorbankan ketahanan pangan, lingkungan, dan keadilan sosial.
Lahan sawah bukan sekadar tanah kosong; ia adalah aset strategis nasional yang harus dijaga keberlangsungannya. Dengan pengawasan ketat, regulasi tegas, dan kesadaran kolektif, konversi sawah dapat diminimalkan tanpa menghambat pembangunan properti yang berkelanjutan.